when I read the section of "Yang Terakhir" in "a Man named Dave" on page 354-355 I found these powerful and encouraging words:
"Pada umumnya, kutanggung sendiri rasa cemasku menghadapi apa yang akan terjadi. Tapi, kadangkala aku sendiri pun merasa bahwa aku terlalu mencemaskan banyak hal. Aku percaya, kalau aku bekerja keras, suatu hari, entah bagaimana, dan dengan sedikit nasib baik, aku pasti berhasil."
Ya, recently I'm taking too much responsibilities.. I used to think that responsibility means burden. However, all I need is strength to face them now. I'm going through.. I'm going through.. :)
Wednesday, 28 March 2012
Tuesday, 27 March 2012
#5 Debs' poem: YOU
You are the Bermuda triangle
to which I'm inhaled
and cannot escape
You are my gravity
in which I'm pulled
Yes, you are my center of the earth..
*This is a short poem which I've made in a rush these two days. Thanks for Sara Bareilles, you've inspired me..
to which I'm inhaled
and cannot escape
You are my gravity
in which I'm pulled
Yes, you are my center of the earth..
*This is a short poem which I've made in a rush these two days. Thanks for Sara Bareilles, you've inspired me..
Friday, 16 March 2012
Wenn Worte Meine Sprache Wären - Tim Bendzko
German
Wenn Worte Meine Sprache Wären
Wenn Worte meine Sprache wären
Ich hätt dir schon gesagt
in all den schönen Worten
Wie viel mir an dir lag
Ich kann dich nur ansehen
Weil ich dich wie eine Königin verehr
Doch ich kann nicht auf dich zugehen
Weil meine Angst den Weg versperrt
Ich hätt dir schon gesagt
in all den schönen Worten
Wie viel mir an dir lag
Ich kann dich nur ansehen
Weil ich dich wie eine Königin verehr
Doch ich kann nicht auf dich zugehen
Weil meine Angst den Weg versperrt
Refrain (2X)
Mir fehlen die Worte
Ich hab die Worte nicht
Dir zu sagen was ich fühle
Ich bin ohne Worte
Ich finde die Worte nicht
Ich hab keine Worte für dich
Mir fehlen die Worte
Ich hab die Worte nicht
Dir zu sagen was ich fühle
Ich bin ohne Worte
Ich finde die Worte nicht
Ich hab keine Worte für dich
Wenn Worte meine Sprache wären
ich hätt dir schon gesagt
Wie gern ich an deiner Seite wär
denn du bist alles, alles was ich hab
Ich kann verstehen, dass es dir nicht leicht fällt
du kannst nicht hinter die Mauer sehen
aber ich begreife nicht dass es dich so kalt lässt
dir kann der Himmel auf Erden entgehen
der Himmel auf Erden
ich hätt dir schon gesagt
Wie gern ich an deiner Seite wär
denn du bist alles, alles was ich hab
Ich kann verstehen, dass es dir nicht leicht fällt
du kannst nicht hinter die Mauer sehen
aber ich begreife nicht dass es dich so kalt lässt
dir kann der Himmel auf Erden entgehen
der Himmel auf Erden
Refrain (2X)
Du bist die Erinnerung an Leichtigkeit
die ich noch nicht gewonnen hab
Der erste Sonnenstrahl nach langem Regen
Die, die mich zurückholt
Wenn ich mich verloren hab
Und wenn alles leis ist
dann ist deine Stimme da
die ich noch nicht gewonnen hab
Der erste Sonnenstrahl nach langem Regen
Die, die mich zurückholt
Wenn ich mich verloren hab
Und wenn alles leis ist
dann ist deine Stimme da
Refrain (2X)
--keine Worte für dich
--keine Worte für dich
Refrain
--keine Worte
--keine Worte
Ich weiß es dir zu sagen wär nicht schwer
Wenn Worte meine Sprache wären
Dir ein lied zu schreiben wäre nicht schwer
Wenn Worte meine Sprache wären
Wenn Worte meine Sprache wären
Dir ein lied zu schreiben wäre nicht schwer
Wenn Worte meine Sprache wären
English
If I Could Speak The Words
If I could speak the words
I would have already told you
in all the beautiful words
How much I want to lay with you
I can only look at you
Because I adore you like a queen
However I cannot go up to you
Because my fear blocks the way
I would have already told you
in all the beautiful words
How much I want to lay with you
I can only look at you
Because I adore you like a queen
However I cannot go up to you
Because my fear blocks the way
Chorus (2X)
Words fail me
I don’t have the words
To tell you what I feel
I am without words
I can’t find the words
I have no words for you
Words fail me
I don’t have the words
To tell you what I feel
I am without words
I can’t find the words
I have no words for you
If I could speak the words
I would have already told you
how much I’d like to be by your side
For you are everything, everything that I have.
I can understand it’s not easy for you.
You cannot see behind the wall,
But I didn’t understand it could leave you so cold
Heaven on earth can elude you
Heaven on earth
I would have already told you
how much I’d like to be by your side
For you are everything, everything that I have.
I can understand it’s not easy for you.
You cannot see behind the wall,
But I didn’t understand it could leave you so cold
Heaven on earth can elude you
Heaven on earth
Chorus (2X)
You are the memory of light-heartedness
which I still have not gained.
The first sunbeam after the long rain
which fetches me back
If I have lost myself
and if everything is quiet
then your voice is there.
which I still have not gained.
The first sunbeam after the long rain
which fetches me back
If I have lost myself
and if everything is quiet
then your voice is there.
Chorus (2X)
--no words for you
--no words for you
Chorus
--no words
--no words
I know it would not be difficult to tell you
If I could speak the words
To write you a song would not be difficult
If I could speak the words
If I could speak the words
To write you a song would not be difficult
If I could speak the words
German → English Wenn Worte Meine Sprache Wären lyrics - Tim Bendzko lyrics translations
Thursday, 15 March 2012
Foto Keluarga - A Very Short Story
"Besok rapat ya, Dri. Jam delapan di basecamp!" seru Nina siang itu. Aku yang saat itu sedang melahap bakso di kantin kampus mendadak merasa kenyang.
Besok itu kan hari Sabtu, waktunya refreshing, oh ya, ada janji juga untuk foto keluarga. Tapi kau dengar apa yang Nina katakan tadi, bukan?
***
"Indri, besok jadi kan foto keluarga? Besok gak sibuk, kan? Masa sih, weekend sibuk.." ujar Bunda seraya masuk ke kamarku.
"Bisa sih, Bun. Tapi.."
Bunda menatapku lekat-lekat.
"Habis Indri rapa bisa, Bun?"
"Himpunan lagi?" tanya bunda dengan nada lembut.
"Iya Bunda.." wajahku cemberut.
"Ya sudah. Rapatnya selesai jam berapa?" tanyanya lagi masih dengan nada suara yang sama.
"Gak tahu persisnya, Bun. Tapi, jam 12 juga kayaknya udah selesai kok," ucapku optimis.
***
Besoknya.
12.30.
"Menurut Kamu gimana Ven?" tanya Nina pada Veni.
"Kalau menurut aku ya, Ven, lebih baik kita.........." blah blah blah..
Aku sudah tidak fokus lagi dalam rapat ini. Yang aku risaukan hanyalah rapat ini yang berjalan seperti bayi yang baru belajar berjalan untuk pertama kali! Alot! Lambat! Lelet! Makiku dalam hati. Mataku berkali-kali melihat ke arah jam yang melilit tanganku.
"Emm, Indri? Indri?" suara Nina membuyarkan lamunanku.
"Eh, ya Nina, kenapa?"
Suasana basecamp yang kecil itu menjadi riuh rendah. Beberapa orang berceletuk memarahiku.
"Huuuu..."
"Ssshh, lama!"
"Fokus dong, Indri!"
15.30
"Oke teman-teman. Terimakasih sudah hadir dan berpartisipasi dalam rapat kali ini. Saya tutup rapat ini. Wassalamualaikum." kata Nina sebagai 'peresmian penutupan' rapat himpunan kali ini.
"Cepat-cepat aku mengambil ponsel yang sedari rapat dimulai aku 'silent'-kan. Dan aku lupa tidak mengubahnya ke s\'setting' getar.
Terlihat di layarnya: 12 panggilan tak terjawab. Nomor Bunda semua. 6 SMS. Semuanya dari Bunda.
SMS 1
Indri, kalo rapatnya udah beres, langsung pulang ke rumah ya.
SMS 2
Dri, Bunda, Ayah sama Andri udah siap.
SMS 3
Indri, masih disana?
SMS 4
Belum beres rapatnya?
SMS 5
Udah sore, minggu depan aja fotonya?
SMS 6
Indri, Andri ada privat sekarang. Fotonya minggu depan aja ya.
Ah!! Kesal!!
***
Hari demi hari berlalu. Semakin banyak waktu yang aku habiskan untuk himpunan dan kuliah.
"Indri, hari Jumat rapat, ya!"
"Indri publikasiin acara ini, ya!"
"Indri, besok presentasi kan, ya?"
"Indri, besok ke perpus ya! Kerja kelompok."
"Indri, tugas ini belum?"
"Indri.."
"Indri, kapan mau foto keluarga?"
Yang terakhir bicara itu, Bunda. Masih dengan nada suaranya yang lembut.
Bunda, kenapa sulit? Waktu kecil, aku satu raga dengan Bunda bukan? Saat ini kita masih satu rumah bukan?
Lalu, kenapa sekarang seolah ada sekat tebal antara Bunda dan Indri? Kenapa, Bun?
Besok itu kan hari Sabtu, waktunya refreshing, oh ya, ada janji juga untuk foto keluarga. Tapi kau dengar apa yang Nina katakan tadi, bukan?
***
"Indri, besok jadi kan foto keluarga? Besok gak sibuk, kan? Masa sih, weekend sibuk.." ujar Bunda seraya masuk ke kamarku.
"Bisa sih, Bun. Tapi.."
Bunda menatapku lekat-lekat.
"Habis Indri rapa bisa, Bun?"
"Himpunan lagi?" tanya bunda dengan nada lembut.
"Iya Bunda.." wajahku cemberut.
"Ya sudah. Rapatnya selesai jam berapa?" tanyanya lagi masih dengan nada suara yang sama.
"Gak tahu persisnya, Bun. Tapi, jam 12 juga kayaknya udah selesai kok," ucapku optimis.
***
Besoknya.
12.30.
"Menurut Kamu gimana Ven?" tanya Nina pada Veni.
"Kalau menurut aku ya, Ven, lebih baik kita.........." blah blah blah..
Aku sudah tidak fokus lagi dalam rapat ini. Yang aku risaukan hanyalah rapat ini yang berjalan seperti bayi yang baru belajar berjalan untuk pertama kali! Alot! Lambat! Lelet! Makiku dalam hati. Mataku berkali-kali melihat ke arah jam yang melilit tanganku.
"Emm, Indri? Indri?" suara Nina membuyarkan lamunanku.
"Eh, ya Nina, kenapa?"
Suasana basecamp yang kecil itu menjadi riuh rendah. Beberapa orang berceletuk memarahiku.
"Huuuu..."
"Ssshh, lama!"
"Fokus dong, Indri!"
15.30
"Oke teman-teman. Terimakasih sudah hadir dan berpartisipasi dalam rapat kali ini. Saya tutup rapat ini. Wassalamualaikum." kata Nina sebagai 'peresmian penutupan' rapat himpunan kali ini.
"Cepat-cepat aku mengambil ponsel yang sedari rapat dimulai aku 'silent'-kan. Dan aku lupa tidak mengubahnya ke s\'setting' getar.
Terlihat di layarnya: 12 panggilan tak terjawab. Nomor Bunda semua. 6 SMS. Semuanya dari Bunda.
SMS 1
Indri, kalo rapatnya udah beres, langsung pulang ke rumah ya.
SMS 2
Dri, Bunda, Ayah sama Andri udah siap.
SMS 3
Indri, masih disana?
SMS 4
Belum beres rapatnya?
SMS 5
Udah sore, minggu depan aja fotonya?
SMS 6
Indri, Andri ada privat sekarang. Fotonya minggu depan aja ya.
Ah!! Kesal!!
***
Hari demi hari berlalu. Semakin banyak waktu yang aku habiskan untuk himpunan dan kuliah.
"Indri, hari Jumat rapat, ya!"
"Indri publikasiin acara ini, ya!"
"Indri, besok presentasi kan, ya?"
"Indri, besok ke perpus ya! Kerja kelompok."
"Indri, tugas ini belum?"
"Indri.."
"Indri, kapan mau foto keluarga?"
Yang terakhir bicara itu, Bunda. Masih dengan nada suaranya yang lembut.
Bunda, kenapa sulit? Waktu kecil, aku satu raga dengan Bunda bukan? Saat ini kita masih satu rumah bukan?
Lalu, kenapa sekarang seolah ada sekat tebal antara Bunda dan Indri? Kenapa, Bun?
Sunday, 4 March 2012
Ich und Deutsch
Fadila, hari senin lalu mengaku telah 'ngepoin' twitter dan blogku. Dan dia bilang, "Teteh, kenapa banyak Jerman-Jermanannya? Ngeceng anak Jerman, ya?" Aku dengan sigap berbohong, "Nggak!!"
Saat itu, aku masih duduk di kelas 4 SD. Tahun 2002. Ingat Piala Dunia Korea-Jepang? Ya, disitulah pertama kalinya aku menyukai negeri sosis itu. Waktu itu, sehabis pulang sekolah agama, aku menonton pertandingan Jerman vs Arab Saudi. Hasilnya, tak tanggung-tanggung, 8-0! Dan dalam pertandingan itu, Miroslav Klose yang kala itu berusia 24 tahun mencetak hattrick. Dari sejak saat itu aku terkesan dengan Miro.
Tahun 2006, Piala Dunia diselenggarakan di Jerman. Rasanya.. senaaaaaaang sekali. Bisa melihat Miro dkk. lagi.. Apalagi di Jerman.. Dari situ, kecintaanku bukan lagi hanya untuk Miro tapi juga untuk Jerman. Aku yang dulu bercita-cita menjadi jurnalis, bermimpi suatu saat nanti bisa terbang ke Jerman dan mewawancarai Miro dengan bahasanya, bahasa Jerman.
Ketika aku akan masuk SMA, konsiderasiku bukanlah SMA favorit atau apapun, tetapi sekolah yang memiliki ekskul sepakbola dan 'menyediakan' mata pelajaran bahasa Jerman. Singkatnya, aku masuk SMAN 6 Tasikmalaya yang punya 2 konsiderasi tersebut. Hari pertama belajar bahasa Jerman dengan Frau Herlin, I felt excited! Aku sangat bersemangat! Aku belum pernah belajar apapun se-semangat itu sebelumnya. Belajar bahasa Jerman di sekolah terasa terlalu singkat, I always want more to learn such thing!! Aku selalu menunggu hingga minggu berikutnya dengan tidak sabar. Uh-hu.. I believe the German sentence written in my German text-book "Deutsch macht spass" :)
Saat akan masuk kuliah, aku memilih jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, tetapi aku gagal baik melalui PMDK maupun SNMPTN. Akhirnya, untuk menuntaskan kerinduanku terhadap bahasa Jerman, aku belajar bahasa Jerman secara otodidak, baik dengan membaca buku, twitteran, blogging, online course, maupun lagu-lagu Jerman. Apapun bentuk pembelajarannya, akan aku jalani. If I can afford it, I'll do it!
Memang, saat ini aku sedang mencanangkan program "Being on my way to LOVE English" untuk diriku sendiri. Tapi, bukan berarti aku melupakan bahasa Jerman. Tidak, aku tidak akan mau berhenti belajar bahasa Jerman selama Allah masih memberi jalan.
P.s. : masalah ngeceng itu.. itu hanya faktor penarik tambahan. #eh
Liebe Gruesse aus Bandung
Debs
***
Saat itu, aku masih duduk di kelas 4 SD. Tahun 2002. Ingat Piala Dunia Korea-Jepang? Ya, disitulah pertama kalinya aku menyukai negeri sosis itu. Waktu itu, sehabis pulang sekolah agama, aku menonton pertandingan Jerman vs Arab Saudi. Hasilnya, tak tanggung-tanggung, 8-0! Dan dalam pertandingan itu, Miroslav Klose yang kala itu berusia 24 tahun mencetak hattrick. Dari sejak saat itu aku terkesan dengan Miro.
Tahun 2006, Piala Dunia diselenggarakan di Jerman. Rasanya.. senaaaaaaang sekali. Bisa melihat Miro dkk. lagi.. Apalagi di Jerman.. Dari situ, kecintaanku bukan lagi hanya untuk Miro tapi juga untuk Jerman. Aku yang dulu bercita-cita menjadi jurnalis, bermimpi suatu saat nanti bisa terbang ke Jerman dan mewawancarai Miro dengan bahasanya, bahasa Jerman.
Ketika aku akan masuk SMA, konsiderasiku bukanlah SMA favorit atau apapun, tetapi sekolah yang memiliki ekskul sepakbola dan 'menyediakan' mata pelajaran bahasa Jerman. Singkatnya, aku masuk SMAN 6 Tasikmalaya yang punya 2 konsiderasi tersebut. Hari pertama belajar bahasa Jerman dengan Frau Herlin, I felt excited! Aku sangat bersemangat! Aku belum pernah belajar apapun se-semangat itu sebelumnya. Belajar bahasa Jerman di sekolah terasa terlalu singkat, I always want more to learn such thing!! Aku selalu menunggu hingga minggu berikutnya dengan tidak sabar. Uh-hu.. I believe the German sentence written in my German text-book "Deutsch macht spass" :)
Saat akan masuk kuliah, aku memilih jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, tetapi aku gagal baik melalui PMDK maupun SNMPTN. Akhirnya, untuk menuntaskan kerinduanku terhadap bahasa Jerman, aku belajar bahasa Jerman secara otodidak, baik dengan membaca buku, twitteran, blogging, online course, maupun lagu-lagu Jerman. Apapun bentuk pembelajarannya, akan aku jalani. If I can afford it, I'll do it!
Memang, saat ini aku sedang mencanangkan program "Being on my way to LOVE English" untuk diriku sendiri. Tapi, bukan berarti aku melupakan bahasa Jerman. Tidak, aku tidak akan mau berhenti belajar bahasa Jerman selama Allah masih memberi jalan.
P.s. : masalah ngeceng itu.. itu hanya faktor penarik tambahan. #eh
Liebe Gruesse aus Bandung
Debs
Thursday, 1 March 2012
Babeh Wahyu
Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak
Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati
Mendengar lagu ini, aku jadi teringat babeh Wahyu-ku. Sudah satu bulan sejak aku terakhir kali berjumpa dengannya. Rindu rasanya dengan ejekan-ejekan konyol yang ia lemparkan padaku.
Dulu saat aku masih kecil, bagiku bapa adalah seorang pahlawan. Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan adzan di telingaku. Dia yang selalu menolongku ketika aku dalam situasi genting. Contohnya saja saat kakiku terjepit di sela-sela rel yang berimpit. Aku yang saat itu hanya bersama kakakku panik. Dan yang kulakukan waktu itu adalah berteriak pada kakakku, "Panggil Bapak kesini!!" Aku percaya, bapa adalah salah satu malaikat yang dikirim oleh Allah Swt. untuk membimbingku. Waktu aku dimarahi ibu gara-gara aku tidak mau pake anting, aku menangis sendiri di teras rumah, bapa datang dan menuntunku masuk ke rumah. Lalu, bapa menasehati ibu agar jangan memaksaku. Ah, bapa.. you were, you are and you will always be my hero :)
Aku juga masih ingat, saat-saat aku masih duduk di bangku TK, bapa setiap pagi selalu mengantar aku pergi dengan sepeda merahnya yang kini sudah hilang dicuri orang. Bapa membuatkan aku kursi rotan beralas bantal yang diikatkan sedemikian rupa diantara sadel dan stang sepeda. Duduk disana sangatlah nyaman. Jika aku pergi ke tempat bapa kerja atau ke rumah nenek, bapa akan menggendongku ketika pulang.
Waktu kecil, aku tidak mau dibilang mirip ibu. Entah karena apa, aku merasa bapa punya kekerenan yang lebih dari ibu. Makanya aku selalu meyebut diriku mirip bapa. Ada sedikit cerita konyol mengenai aku yang ingin dimirip-miripkan dengan bapa. Ketika aku SMP, aku harus dites golongan darah. Aku ingin punya golongan darah yang sama dengan bapa yaitu AB. Aku tidak mau bergolongan darah sama seperti ibu atau kakakku, B. Namun ternyata, hasilnya membuktikan bahwa aku bergolongan darah A! Dan adikku sudah diketahui bergolongan darah AB seperti bapa. Huh, aku merasa alien di rumah!
Bapa selalu mengajarkan aku kejujuran dan semangat. Saat aku gagal masuk bahasa Jerman -dan aku menangis jam 3 subuh- bapa bilang, "Sudah..sudah.. kan masih ada ujian SNMPTN.. coba lagi saja." Dan saat aku menangis gara-gara mukaku hancur jatuh dari motor, bapa bilang," Loh, jangan nangis dong.. gitu doang..Kan Eby jagoan." Bapa akan kesal sekali kalau aku ketahuan membohong. Bapa pasti bilang, "Bapa mah ga suka kalau Eby bohong.. Jangan dibiasain gitu. Ga baik. Hidup mah yang penting jujur, pasti selamat."
Aku paling senang jika aku masak bersama bapa. Apalagi nonton bola dan motoGP!
Babeh, aku kangeeen! :*
LG Aus Bandung,
Debs.
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak
Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati
Ada Band ft. Gita Gutawa - Yang Terbaik Bagimu

Dulu saat aku masih kecil, bagiku bapa adalah seorang pahlawan. Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan adzan di telingaku. Dia yang selalu menolongku ketika aku dalam situasi genting. Contohnya saja saat kakiku terjepit di sela-sela rel yang berimpit. Aku yang saat itu hanya bersama kakakku panik. Dan yang kulakukan waktu itu adalah berteriak pada kakakku, "Panggil Bapak kesini!!" Aku percaya, bapa adalah salah satu malaikat yang dikirim oleh Allah Swt. untuk membimbingku. Waktu aku dimarahi ibu gara-gara aku tidak mau pake anting, aku menangis sendiri di teras rumah, bapa datang dan menuntunku masuk ke rumah. Lalu, bapa menasehati ibu agar jangan memaksaku. Ah, bapa.. you were, you are and you will always be my hero :)
Aku juga masih ingat, saat-saat aku masih duduk di bangku TK, bapa setiap pagi selalu mengantar aku pergi dengan sepeda merahnya yang kini sudah hilang dicuri orang. Bapa membuatkan aku kursi rotan beralas bantal yang diikatkan sedemikian rupa diantara sadel dan stang sepeda. Duduk disana sangatlah nyaman. Jika aku pergi ke tempat bapa kerja atau ke rumah nenek, bapa akan menggendongku ketika pulang.
Waktu kecil, aku tidak mau dibilang mirip ibu. Entah karena apa, aku merasa bapa punya kekerenan yang lebih dari ibu. Makanya aku selalu meyebut diriku mirip bapa. Ada sedikit cerita konyol mengenai aku yang ingin dimirip-miripkan dengan bapa. Ketika aku SMP, aku harus dites golongan darah. Aku ingin punya golongan darah yang sama dengan bapa yaitu AB. Aku tidak mau bergolongan darah sama seperti ibu atau kakakku, B. Namun ternyata, hasilnya membuktikan bahwa aku bergolongan darah A! Dan adikku sudah diketahui bergolongan darah AB seperti bapa. Huh, aku merasa alien di rumah!
Bapa selalu mengajarkan aku kejujuran dan semangat. Saat aku gagal masuk bahasa Jerman -dan aku menangis jam 3 subuh- bapa bilang, "Sudah..sudah.. kan masih ada ujian SNMPTN.. coba lagi saja." Dan saat aku menangis gara-gara mukaku hancur jatuh dari motor, bapa bilang," Loh, jangan nangis dong.. gitu doang..Kan Eby jagoan." Bapa akan kesal sekali kalau aku ketahuan membohong. Bapa pasti bilang, "Bapa mah ga suka kalau Eby bohong.. Jangan dibiasain gitu. Ga baik. Hidup mah yang penting jujur, pasti selamat."
Aku paling senang jika aku masak bersama bapa. Apalagi nonton bola dan motoGP!
Babeh, aku kangeeen! :*
LG Aus Bandung,
Debs.
Subscribe to:
Posts (Atom)