Sepulang dari sekolah aku langsung meluncur dengan angkot Stasiun – Lembang. Awalnya takut telat gara-gara macet wisudaan, Tapi ternyata enggak! Yeay!
Begitu nyampe di gerbang, aku beli sebuket kecil bunga mawar putih buat Iki. Gak lama, aku ngumpul juga sama Amang, Eka, Intan, dan Mamih.
Kita berlima nunggu di depan gymnasium tempat acaranya berlangsung. Rame banget. Lapangan gymnas yang lumayan gede itu jadi sesak sama kendaraan dan orang-orang yang nunggu keluarga, teman, atau senior yang lagi disahkan kesarjanaannya.
Selagi nunggu Iki keluar dari gymnas, seneng banget ngeliat wajah-wajah sumringah dari para wisudawan yang baru keluar dari gymnasium. Dari kejauhan aku gak sengaja ngelihat Arini, temen SMP yang kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, alias bahasa Sunda. Aku gak prepare bunga buat Arini. Sedih Jadinya aku cuma bisa meluk dan bilang, “Wah, Arini selamat yaa..”
Arini lalu bilang, “Nuhun nya.. Debi iraha?”
Aku tersenyum getir dan bilang, “Nuju penelitian kènèh. Doakeun nyusul, nya?”
“Muhun, Amin,” tutupnya.
Kepalaku meliuk kesana kemari mencari tanda-tanda kehadiran our beloved best friend. Akhirnya Intan nelpon Iki, dan Iki memberitahu posisinya dimana.
“Kanan gymnas?” Intan mengonfirmasi.
Spontan kami berlima berjalan menuju arah kanan gymnasium. Dan there she was.. Dengan toganya, Iki berdiri sambil tersenyum cerah. Iki, Abang —sang Pendamping Wisuda— dan juga keluarganya Iki kompak memakai dress code ungu. Kalo tahu, mau ikutan juga deh pake kerudung ungu. Hehehe...
Satu persatu dari kita meluk Iki (eh, enggak deng.. cewe-cewenya doang ya! haha) dan ngasih ucapan selamat. Gak lupa bunganya dikasih juga. Hihi.
Pas aku meluk Iki, aku bilang, “Ikiii, selamat ya.. Iki duluan..”
Terus Iki bales, “Iya ih.. Iki sendirian..”
Gak lama kemudian, Ica dateng dengan baju warna ungu. Hehehe.. Ica the mind-reader nih..
Acara dilanjut dengan foto-foto bersama sang wisudawati, hehe.. dan ngobrol sambil berdiri di depan gymnas.
“Iki, nanti Desember bawa lagi topi toganya ya. Nanti kita foto bareng semua pake toga,” usul Mamih.
Ah, that would be awesome.. Aku hanya bisa mengaminkan dalam hati. Semoga Allah memang menakdirkan aku wisuda sebelum aku ulang tahun yang ke 22 nanti.
Beres itu, Iki harus pergi karena ada acara dulu sama jurusannya.
Tinggallah aku, Mamih, Ica, Intan dan Eka. Kita pergi ke warung ramen di sekitar kampus.
“Oh iya, Iki tuh katanya udah dapet kerja, Mih?” tanyaku.
“Iya, katanya ada kerjaan. Tapi gatau mau diambil, gatau enggak.”
“Di mana?”
“Di Kuningan..”
Perasaanku gak nyaman denger jawaban itu.
Gak berapa lama, giliran Intan yang ngomong.
“Besok aku pindahan ke Bogor.”
“Jam berapa, Tan?” tanyaku.
“Jam delapan, Budeb..”
Perasaanku tambah-tambah gak enak.
Guys, remembering that we will for sure be far from our besties is not something like simply losing a pen.. it’s seriously way more than that.
Jadinya, aku cuma bisa ngelus dada berkali-kali. That’s the first aid to console myself, hehehe..
Now, my feelings are not (yet) getting well.. I just hope for the best for them in the future. And hope that we will see each other in the distant future as often as we do..
Summer’s never looked the same
The years go by
And time just seems to fly
But the memories remain
In the middle of September
We'd still play out in the rain
Nothing to lose but everything to gain
Reflecting now on how things could’ve been
It was worth it in the end..
Yeah we knew we had to leave this town
But we never knew when
And we never knew how..”
—September by Daughtry
No comments:
Post a Comment