Cerpen Jadul
Pas beres-beres kardus-kardus bekas di rumah, aku nemu buku coklat dengan pita merah sebagai pembatas. Dipikir-pikir, kok rasanya kenal ya.. Akhirnya, aku ambil deh buku itu. Di cover depan ada tanda tanganku yang duluuu banget, waktu aku masih di SMP. Hihihi.. lucu banget!
Banyak banget catatan-catatan selama aku duduk di SMP kelas dua. Ada rumus fisika, hafalan sosiologi, catatan pertandingan sepakbola, catatan hadits, wuihhh dan ada beberapa cerita-cerita gagalku. Adapula beberapa yang tamat. Tapi..tulisannya agak kaku gitu deh, maklumlah..anak SMP!! Haha.. Dan sekarang aku akan menuliskan beberapa cerita tamat yang aku temukan di dalam buku itu. Chek this out!
A JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S WRITING :
Di suatu sekolah, ada dua orang anak yang sering banget cekcok. Mereka itu adalh Egad an Happy. Dan ujung-ujungnya pasti marahan. Cekcok-nya Egad an Happy itu sudah menjadi rutinitas di telinga teman-temannya. Siapa yang memulai pertarungan tersebut, gak pernah ada yang tahu. Yang tahu hanya mereka bertiga. Bertiga?? Yep! Ega, Happy dan Tuhan.
Sampai akhirnya, saat Egad an Happy marahan, Ega berani mengalah pada Happy. Tapi Happy?
“Py, maafin Gue deh..Gue janji. Gue gak bakalan ngehina Lu lagi, Py..Ya, Py, Ya..”
“GAK ADA!” bentak Happy.
“Heuhh!! Orang mau minta maaf juga! Terserah!”
Ega melesat meninggalkan ruangan kelas. Happy duduk tegap, seperti orang kesetrum. Beberapa menit kemudian Happy pun pulang.
Happy menenteng sepedanya. Seperti biasa Happy tidak langsung pulang menuju rumahnya. Tapi, ia duduk dahulu di bibir pantai nan sejuk.
Happy memerhatikan matahari senja yang hendak pamit pulang. Agak jauh dari Happy-tanpa disengaja- Ega melihatnya. Dengan berjalan gontai, Ega mendekati Happy. Sesampainya di belakang Happy, Ega menyapanya pelan.
“Sore, Py!”
Happy melongok ke belakang.
“Ega?”
“Iya..mmh..Py..sori ya..tadi siang..”
“Gak papa kok Ga..GUe juga yang rada-rada kurang ajar sama Lo,”
Ega terhenyak kaget.
“Beneran Py?”
Happy mengangguk. Suasana di pantai hari itu kian hangat. Happy dan Ega asyik mengobrol. Tanpa disadari sang matahari sudah said goodbye. Mereka pun pulang.
Keesokkan harinya, di sekolah.
“Py,” sapa Ega dengan sebuah senyuman hangat tersungging di bibirnya.”Ehh..entar abis pulang sekolah, Gue boleh ke pantai lagi kan Py?”
“Ya ampun, Ga..emang pantai itu punya Gue apa?”
“Jadi, boleh?”
“Gak perlu Gue jawab juga Lo udah ngerti kan?”
Tanpa sepengetahuan Happy, Ega mengajak teman-teman se-geng-nya. Termasuk kekasih hatinya, Lala.
Sepulang sekolah, Happy langsung beranjak pergi ke pantai. Sementara Ega Cs menyusulnya.
Sesampainya di pantai, Ega kembali menyapa Happy.
“Sore Happy!” Suara Ega mengagetkan Happy. Happy membalikkan badannya. Dan seketika wajah Happy yang ceria berubah 180
menjadi..
“EGA?!” jawaban sapaan Ega dari Happy kesal pada Ega, karena tanpa sepengetahuannya, Ega membawa teman-temannya yang jelas-jelas menenteng miras.
“Kenapa?” Tanya Ega terheran-heran.
“Lo tuh ya!!” Happy membentak keras sambil berlalu dari hadapan Ega. Ega hanya menggaruk-garuk kepalanya. Sementara itu, teman-teman Ega asyik bergumul bersama ombak.
Happy melangkah cepat. Tiba-tiba saja, ia ingin buang air kecil. Ia pun segera memasuki toilet umum. Setelah itu, Happy berniat langsung pulang. Namun, ia teringat sepedanya yang masih tertinggal di pantai. Dengan terpaksa, ia pun kembali ke pantai. Dan alangkah kagetnya Happy ketika yang ia lihat di pantai itu hanya seorang anak kecil yang bernama Diana. Happy tak melihat satu sosok pun dari gerombolan yang dibawa Ega.
“Di, tadi liat ada orang-orang gak disini? Yang pake baju seragam SMA?” Tanya Happy pada Diana.
“Iya. Mereka itu orang gila ya, Kak Happy?” Tanya balik Diana dengan polosnya.
“Apa? Orang gila? Maksud kamu? Ehh..mereka itu temen-temen Kakak,”
“Hah? Tapi, mereka kayak orang gila, Kak. Gak ada apa-apa, tapi mereka malah teriak ‘tsunami..tsunami..’ gitu..”
“Ah, masa sih?” Diana seolah tak percaya.
“Kalo Kakak gak percaya, Tanya aja tuh PKL-PKL yang ada di sana,” ucap Diana sambil menunjukkan telunjuknya kea rah deretan pedagang kaki lima di pinggir jalan.
“Hm.. aneh,” gumam Happy.
Esok harinya,kembali ke sekolah. Happy pun kembali ke sekolah seperti biasanya. Tiba-tiba Ega datang menghampirinya.
“Heh, Py! Maksud Lo kemaren apa?? Pake marah segala lagi? Kalo maksud Lo Gue udah bawa temen-temen geng gue tanpa sepengetahuan Elo, salah Lo sendiri! Kenapa kemarin lo bilang Gue gak perlu minta izin sama Lo?!” teriak Ega di depan muka Happy.
Happy cepat tanggap. “Woiii!! Cowok kurang ajar!Gue kasih tau ya, Gue marah bukan karena Lo ngajak temen-temen Lo ke pantai tanpa sepengetahuan Gue, tapi GUe marah karena temen-temen Lo itu bawa miras! Iya kan??” sentak Happy tak kalah sengit. “Lo semua juga udah gila! Teriak-teriak ada tsunami, mau bikin orang-orang pantai lari? Ngerjain mereka gitu?”
Emosi Ega mengendur.
“Gue gak gila, Py. Sumpah kemaren ada tsunami di pantai,” jelas Ega
“Oh ya?” Tanya Happy dengan nada meremehkan. “Eh, kalo di pantai itu ada tsunami, pasti Indonesia udah heboh! Stasiun tv bakal berdatangan ke sini!”
“Kalo Lo gak percaya, ikut Gue entar siang!”
Siang pun datang. Ega mengajak Happy ke rumah sakit Husada di dekat sekolah. Di sana, Ega memperlihatkan kondisi Lala pada Happy. Lala mengalami cedera di bagian kaki kanannya gara-gara menabrak sesuatu saat digulung ‘tsunami’ tersebut. Happy jelas kaget. Kemudian, Ega dan Happy duduk di kursi di lorong rumahsakit.
Lama mereka berhening-hening ria. Sampai akhirnya Happy membuka mulutnya.
“Ga..kesedihan Lala tuh gak ada apa-apanya yang kakinya cedera. Penderitaan Gue lebih dari itu. Gue harus kehilangan orang tua dan kakak Gue. Mereka pergi selama-lamanya di suatu kecelakaan..” ucap Happy lirih. “Sampai akhirnya, orang tua Diana, orang yang ngasih tau Gue tentang ‘tsunami’ aneh itu, nolongin Gue dan ngangkat Gue jadi anak mereka. Dan Gue pun hidup di pantai itu. Gue pasrahin semuanya sama Tuhan. Hingga akhirnya Gue jadi terbiasa duduk-duduk di pantai itu sore-sore sambil mandangin matahari. Entah kenapa Gue selalu ngomong..cerita sama matahari. Gue sadar, mungkin Tuhan ngasih pantai dan matahari itu buat jadi sahabat Gue, yang menyayangi Gue dengan tulus..dan Gue merasa matahari yang hangat itu udah cukup buat bikin hati Gue jadi lembut untuk maafin Lo waktu dulu,”
Ega terpaku mendengar cerita Happy yang menyentuh hatinya.
“Tsunami aneh itu . . sekarang Gue tau . .” celoteh Ega tiba-tiba.
Happy menoleh pada Ega.
“Mungkin, Tuhan marah sama Gue yang udah ngeganggu Lo sama sahabat Lo gara-gara Gue mau hura-hura di pantai itu. Py, maafin Gue ya..Gue janji, kalo Gue mau nemuin Lo di pantai itu, Gue gak akan berniat hura-hura atau berlaku seenaknya kayak kemaren, bawa miras . . tapi sumpah Py! Yang bawa dan mau minum tuh bukan Gue,”
“Iya..Gue maafin Lo kok, Ga..”
“Thanks, Py,”
Sekarang keduanya terdiam kembali.
Dan..Suara Ega memecah keheningan.
“Py, Lo mau kan ngenalin sahabat Lo ke Gue?”
“Sahabat?”
“Matahari, pantai sama . . sekalian aja Diana,”
“Apaan sih? Lala mau dikemanain? Eh, asal tau aja ya, Diana itu anak kecil, oon..”
Ega pun tergelak.
“Kalo gitu Gue ganti deh permintaannya..”
Happy mengerutkan kening sambil menatap Ega.
“Apa emangnya?”
“Eh..Lo mau kan..jadi..jadi..sahabat Gue? Dan jangan cekcok lagi?”
“Kalo itu gak usah ditanya Ga..” jawab Happy sambil menepuk bahu Ega.
Keduanya tersenyum bersama.
Sejak saat itu, di sekolah, tak ada lagi percekcokan alias adu mulut di antara mereka berdua. Teman-teman mereka yang sudah terbiasa dengan debat urat saraf itu menjadi heran melihat keadaan mereka sekarang. Satu sekolah pun jadi tanda Tanya. Tanda Tanya yang guuedeeee banget!!
Thanks to :
* Allah Swt (always ..) :)
* Sahabatku di 2nd grade of junior high school. You made me get the inspiration!!