Monday, 7 May 2012

The Power of Writing


7 Mei 2012

Tahu novel Tintenherz? Atau film Inkheart? Ketika semua yang ditulis menjadi hidup bahkan si penulisnya pun tenggelam dalam alur cerita tulisannya sendiri. Dulu aku berpikir karya novelis berkebangsaan Jerman –Cornelia Funke–  itu sangat imajinatif.


Banyak orang di twitter dan facebook yang ngetwit dan memasang status yang mencibir orang-orang yang berdoa lewat jejaring sosial tersebut. Ada yang menulis: “Emang Tuhan punya Facebook?”. Entahlah, aku tidak memihak yang mana-mana. Di satu sisi, merupakan hak seseorang untuk menulis apapun yang ia inginkan di akunnya. Di sisi lain, memang benar bahwa Tuhan tidak memiliki akun jejaring sosial. Karena Tuhan bukan manusia.
Tapi, bagaimanapun juga, dari kecil aku telah ‘didoktrin’ bahwa Tuhan itu ada dimana-mana. Dia selalu bisa mengawasi kita dimana pun kita berada. Dari ‘teori’ itu aku berkeyakinan bahwa Dia pun bisa mendengar doa kita melalui apa saja, dimana saja, dan kapan saja. Termasuk dalam tulisan. Dahulu, asumsiku begitu. Ditambah pula ‘teori-teori’ yang lain yang aku temukan saat mengikuti kaderisasi di himpunanku dan juga tutorial agama Islam di kampusku. Keduanya sama-sama mengatakan hal yang menyangkut the power of writing. Katanya, bila kita menuliskan impian-impian kita di buku atau menempelkannya di tempat yang sering kita lihat, impian kita akan cepat terkabul karena kita sering membacanya sehingga kita terdorong untuk mewujudkannya.


Aku pernah mencoba mengaplikasikan teori itu. Tapi, aku gagal mewujudkan beberapa impian yang sudah  aku tuliskan. Salah satu temanku bilang, “Itu bukan karena Allah ga ngabulin Deb.. itu gara-gara Kamu sendiri yang nutup jalannya.” Selanjutnya, beberapa bulan yang lalu aku menulis di jurnalku mengenai semua keluh kesah dan harapanku.   Salah satunya adalah mengenai kerinduanku dengan teman-teman SMA-ku. Karena bagiku mereka itu tidak biasa. Kami saling melengkapi satu sama lain, saling mendukung, saling menutupi kelemahan. Bersama mereka merupakan sebuah keajaiban yang tidak bisa datang dua kali. Aku ingin bertemu mereka lagi. Sudah lama sekali aku tidak bertemu mereka. 5 hari setelah aku menulisnya, aku bertemu dengan sahabatku. Kami berangkat bersama menuju Bandung. Itu adalah ‘peristiwa’ yang terjadi untuk pertama kalinya setelah kami lulus SMA.

Bukti lain


Bukti ini adalah bukti yang paling aku sukai. Sebulan yang lalu, aku membeli buku Keliling Eropa 6 Bulan Hanya $1.000. Di dalamnya terdapat hal-hal yang harus kita isi sebagai pedoman kita backpacking ke Eropa. Katanya kita juga harus punya peta tempat yang ingin kita tuju. Tapi aku tulis dulu ‘Belum punya’. Dan minggu kemarin, setelah aku mengikuti seminar Viele Wege nach Deutschland, dalam majalah yang diberikan, terdapat peta Jerman full. Hanya peta Jerman. A-K-U  S-A-N-G-A-T  S-E-N-A-N-G.

Malam Minggu aku habiskan untuk bercumbu dengan tugas-tugas yang mengantri seperti ular phyton. Tiba-tiba salahsatu sahabat lamaku meng-SMS-ku. Kami saling berkirim SMS seperti dulu. Menggosipkan hal-hal yang menarik buat kami berdua: MOTO GP. Dan aku sedih setelah kami berpisah dlam SMS itu. Kini aku tidak punya teman yang bisa aku ajak berheboh-heboh seperti dengannya lagi disini. Semua cerita itu aku tuangkan juga dalam jurnalku. Dan keesokkan harinya, saat aku ngobrol ngalor ngidul dengan seorang teman sekelasku, tiba-tiba saja topik pembicaraan menjadi MotoGP. Dia sama antusiasnya dengan teman lamaku.

Bukti yang terakhir ini adalah bukti yang paling fresh. Baru terjadi beberapa jam yang lalu. Seminggu yang lalu, aku menulis tentang keirianku pada teman kosan ku yang belajar bahasa Korea dan rajin nonton film Korea bersama-sama. Aku ingin punya teman seperti itu, yang punya interest yang sama.. bisa belajar bahasa sama-sama. Dan tadi pagi temanku sangat serius menanggapi ajakanku untuk berau-pair ­ke Jerman. Dan yang paling membahagiakan adalah saat dia mengatakan, “Ceu, Saya pengen belajar bahasa Jerman!” aku terkejut. “Sama Aku?” tanyaku.  Dia pun manggut-manggut.

Kesimpulannya adalah:
-         - Jangan mengomentari tulisan orang-orang di manapun selama tulisannya itu masih beretika dan tidak melukai perasaan orang lain.
-         - Jangan remehkan kekuatan yang ada dalam tulisan. Karena Tuhan selalu bisa melihatnya.

Liebe Grüße aus Bandung.

Debs.

No comments:

Post a Comment